medanToday.com, JAKARTA – Sepanjang 2017, Indonesia mendapatkan penilaian positif dari lembaga pemeringkat asing.
Misalnya, Standard & Poors (S&P) yang memberikan kredit layak investasi. Kemudian di pengujung 2017, Fitch Ratings mengerek peringkat utang negara kita dari BBB- jadi BBB.
Pencapaian itu diyakini berefek positif ke pasar modal domestik. Salah satunya, memengaruhi sektor properti lantaran ada potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Sehingga, bunga kredit termasuk KPR berpeluang melandai. Dari sini, saham properti diprediksi akan mendapat berkah.
Direktur Utama Summarecon Agung (SMRA) Adrianto Pitoyo, menilai, rating Fitch dan S&P berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, karena akan meningkatkan kepercayaan investor luar negeri untuk berinvestasi di negara kita. “Namun, hal ini memang tak berdampak langsung ke sektor properti. Sebab, properti di Indonesia masih tergantung pada pasar domestik,” kata Adrianto kepada Kontan.co.id, Jumat (5/1) pekan lalu.
Tahun ini, SMRA menyiapkan strategi agar produknya terserap lebih banyak oleh pasar domestik, baik pengguna akhir maupun investor. “Kami akan menyiapkan strategi dengan menciptakan produk sesuai potensi pasar saat ini,” ungkap Adrianto.
Intiland Development (DILD) juga akan memanfaatkan momentum ini untuk mengerek kinerja. “Kami harus selalu siap,” ujar Sekretaris Perusahaan DILD Theresia V. Rustandi kepada Kontan.co.id akhir pekan lalu.
Menurut Teuku Hendry Andrean Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia, sepanjang tahun lalu, pertumbuhan bisnis residensial belum menggembirakan. Padahal, kalau produk ini bisa diserap pasar dengan baik, akan terlihat pemulihan sektor properti. Permintaan yang lebih baik masih datang dari segmen high rise building.
Hendry juga mencermati rencana bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) yang ingin mengerek suku bunga. Ini bisa jadi sentimen negatif bagi Indonesia. Soalnya, ada kemungkinan Bank Indonesia menyesuaikan BI 7-day repo rate.
The Fed mungkin mengerek suku bunga dua hingga empat kali di 2018. Pejabat The Fed memang masih beda pendapat soal frekuensinya. “Jika frekuensi berkurang, maka lebih memberikan nafas bagi suku bunga acuan kita,” kata Hendry.
Hendry pun menyarankan, agar berhati-hati memilih saham properti. Setahun terakhir, harga saham properti terkoreksi cukup dalam. Tapi, beberapa emiten berpeluang technical rebound. Ia menjagokan Bumi Serpong Damai (BSDE) dan SMRA. “Emiten yang punya land bank besar dan modal kuat,” imbuhnya.
Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia, memprediksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi berpotensi mengerek kinerja dan permintaan properti. Faktor yang memengaruhi adalah daya beli masyarakat, pasar di negara berkembang, dan indikator ekonomi Indonesia tumbuh solid.
“Tambah lagi seiring Fitch menaikkan peringkat utang menjadi positif,” ujar dia, yang menjagokan Alam Sutera Realty (ASRI). Emiten ini memiliki price to earning ratio (PER) 4,57 kali.
PER ASRI masih lebih murah dibanding emiten properti lain, seperti Agung Podomoro Land (APLN) dengan PER 6,08 kali, Bekasi Fajar Industrial Estate (BEST) yang memiliki PER 6,49 kali, dan Lippo Cikarang (LPCK) yang punya PER 7,18 kali.
“Saham rekomendasi buy ASRI dengan target Rp 400, APLN dengan target Rp 260, dan BEST dengan target Rp 280,” ujar Bertoni.
(mtd/min)