medanToday.com, JAKARTA – Tahun baru menjadi momen bagi mereka yang punya andil di beberapa komoditas pangan. Hal itu yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga pangan karena adanya pihak yang ingin mendapatkan keuntungan maksimal.
Seperti yang dikatakan Wakil Kepala Satuan Petugas Pangan Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya.
Polisi pun berupaya terus menjaga kestabilan harga dengan melakukan patroli terus menerus di pasar-pasar.
Bila terdapat anomali berlebihan, Agung menyatakan, polisi akan langsung bergerak.
Selain itu, nature atau sifat pasar tradisional juga kerap menimbulkan adanya perbedaan harga komoditas.
Seringkali, antarsatu pedagang dengan pedagang lainnya saling memengaruhi.
“Misalnya seperti ini, kalau di pasar itu antara satu pedagang dengan pedagang lainnya, satu pedagang naruh harga sesuai HET (harga eceran tertinggi), tapi ternyata yang lain menaikkan agak tinggi, jadi kan dia kena marah sama pedagang lainnya,” kata Agung.
Untuk itu, Satgas Pangan Polri yang terus berada di pasar terus melakukan komunikasi dengan para pedagang dan memantau pergerakan harga.
“Kita kan inginnya pedagang untung, petani untung juga, konsumen juga harganya tidak terlalu mahal, kan begitu, jadi kita komunikasikan itu terus,” kata dia.
Selain itu, kata Agung, sifat pasar tradisional juga memiliki keunikan tersendiri.
Ia mencontohkan, harga di pasar tradisional bisa berbeda dalam hitungan jam saja.
“Kalau belanja jam lima pagi harganya kerap bisa lebih murah dari jam sembilan, itulah dinamikanya seperti itu di pasar,” kata dia.
Sebelumnya, Satgas Pangan menemukan setidaknya tiga jenis bahan pokok yang mengalami kenaikan di pasaran.
Sebelum tanggal 21 Desemner 2017, telah terjadi kenaikan harga cabai merah besar dan kriting. Harga komoditas tersebut diketahui mencapai Rp 30 ribu.
Setelah dilakukan intervensi dengan cara pengecekan dan klarifikasi ke pengepul cabe harga dapat diturunkan menjadi kisaran Rp 20 ribu per kilogram.
Selain itu, Satgas Pangan pun menemukan adanya daging sapi dan kerbau beku yang dicairkan selanjutnya dijual dengan harga daging segar (feedlot).
Dafing tersebut dijual seharga Rp 100 ribu sampai Rp 110 ribu per kilogram. Polisi pun segera melakukan normalisasi harga pada hatga daging tersebut.
Kemudian, ditemukan pula industri perusahaan produksi daging ayam boiler dan telur ras yang menaikkan harga tidak sesuai harga acuan.
Harga acuan berdasarkan harga eceran tertinggi (HET) telur ras yakni Rp 18 ribu per kilogram yang dijual Rp 22 ribu per kilogram.
Sedangkan, HET daging ayam adalah Rp 18 ribu per kilogram, dijual menjadi Rp 20 ribu hingga Rp 22 ribu. Hal ini berimbas pada melambungnya harga di tingkat konsumen yang mencapai Rp 34 ribu per kilogram.
(mtd/min)