Ketum FPI Minta Adil: Kerumunan WARTAWAN Juga Harus Diproses

0
231
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (13/12/2020) dini hari. Rizieq Shihab ditahan penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk kepentingan penyidikan perkara kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 terkait kerumunan di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta pada 14 November lalu. ANTARA FOTO/Reno Esnir

medanToday.com,JAKARTA – Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Shabri Lubis meminta kepolisian adil dalam memproses kasus kerumunan massa.

Shabri juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat.

“Kita minta keadilan di sini, yang lain juga yang berkerumun, termasuk wartawan yang berkerumun sekarang harus diproses juga biar adil ya,” kata Shabri di Polda Metro Jaya, Selasa (15/12).

Shabri menuturkan kepolisian mestinya tak pandang bulu dalam melakukan penegakan hukum. Sebab, menurutnya, penegakan hukum itu berlaku bagi semua golongan atau kalangan, tanpa terkecuali.

“Hukum harus berlaku untuk semua, bukan hanya untuk kalangan tertentu, golongan tertentu, apalagi maulid nabi mengarah pada ulama dan lain-lain ya hanya sebatas itu, itu adalah ketidakadilan,” tutur Shabri.

Shabri berharap kepada semua pihak untuk tetap berjuang menegakkan keadilan apapun risikonya.

“Ketidakadilan ini sumber daripada kelemahan negara,” ucap Shabri.

Shabri diperiksa sebagai tersangka dalam perkara ini pada Senin (14/12). Dalam pemeriksaan, Shabri dicecar 63 pertanyaan oleh penyidik.

Selain diperiksa sebagai tersangka, Shabri juga dijadwalkan untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rizieq Shihab. Namun, Shabri mengaku menolak untuk diperiksa sebagai saksi.

“Saya keberatan, saya berkeberatan diperiksa sebagai saksi dan saya fokus dulu dengan urusan tersangka saya,” ujarnya.

Dalam perkara ini, Rizieq dijerat Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP dalam kasus ini. Sementara lima tersangka lainnya dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

=====================