‘Gelombang baik di kota lain semoga segara sampai ke Medan’, ujar teman saya di sela-sela obrolan tentang banyak hal di sebuah coffeeshop di Jalan Wahid Hasyim.

Ingatan saya kembali pada hari pemilihan Walikota dan Walikota Medan 2015. Pagi itu dari taksi menuju Bandara Kualanamu saya menyaksikan jalanan yang sangat lenggang, suasana sepi di banyak TPS, masyarakat sepertinya memilih memanfaatkan hari libur dengan bermalas-malasan dirumah, atau mungkin sama seperti saya memilih melakukan perjalanan keluar kota.

Dua pasang kandidat tidak berhasil membuat masyarakat bergerak ke TPS untuk menggunakan hak suaranya, benar saja pada sore hari melalui radio dalam perjalan menuju Bogor melalui lembaga-lembaga yang melakukan perhitungan cepat Pasangan Eldin – Akhyar dikabarkan menang telak atas lawannya, menang dengan jumlah pemilih yang sangat minim, mereka dikalahkan oleh jumlah suara golput, kenyataan yang sangat menyedihkan.

Medan kota terbesar ketiga, dan secara kepemimpinan faktanya jauh sekali dengan kota maju seperti Bandung, apalagi bila dibandingkan dengan kota besar lainnya seperti Jakarta dan Surabaya.

Kompetisi Pilkada Kota Medan menghadirkan profil Calon Walikota dan Calon Walikota dengan ide dan gagasan yang tidak menarik dan minim prestasi. Dimana di tengah kepasrahan tersebut masyarakat seperti saya coba menyakinkan diri bahwa hidup harus tetap berjalan dengan pemerintahan yang ‘autopilot’, masyarakat yang harus lebih mandiri karena berharap banyak kemudahan serta hal-hal baik yang akan dijalankan pemerintah hanya menambah kekesalan.

Gedung Podomoro Medan diambil dari hotel JW Marriot Lantai. MTD/Dadang Butar Butar
Gedung Podomoro Medan diambil dari hotel JW Marriot Lantai. MTD/Dadang Butar Butar

Hal yang sangat wajar bila masyarakat Medan iri hati melihat pejabat-pejabat yang menjalankan pemerintahan di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan beberapa kota yang lebih kecil dari Medan semisal: Bogor, Jambi, Trenggalek, dan Kabupaten Dharmasraya. Dimana kebijakan dan terobosan yang pemimpin mereka lalukan selain baik untuk kotanya juga menginspirasi daerah-daerah lain.

Kembali ke steatment teman ngopi saya diatas, dimana dia berharap seharusnya ‘gelombang baik’ dalam menjalankan pemerintahan sampai dan berjalan juga di kota yang kita tinggali ini, saya pribadi ragu, karena dalam setahun kepemimpinan Eldin – Akhyar tidak terlihat perubahan-perubahan yang berarti.

Jalanan berlubang dan banjir yang hampir pasti setiap hujan tiba adalah hal yang saban waktu dirasakan masyarakat kota yang pancake durian paling enak sedunia. Jangan mimpi Walikota dan Wakil Walikota tersebut untuk ikut ‘pitching’ memasukan proposal kepada Perusahaan Apple untuk mendirikan kantor perwakilan di Medan seperti yang dipersiapkan dengan baik oleh Ridwan Kamil di Bandung, karena mungkin pemahaman mereka tentang teknologi serta industri kreatif masih sebatas undangan memberi kata sambutan di acara-acara seremonial.

Juga jangan berharap ada strategi dan implemetasi yang menarik untuk menjual Ragam Pariwisata yang ada di kota ini, yang potensinya sangat besar karenanya apa yang ada yang dijual oleh Penang sebenarnya semuanya ada di Medan, yang kita lihat dari hari ke hari adalah anak-anak muda seperti Komunitas Medan Heritage dengan segala keterbatasan bergerak sendiri tanpa banyak dukungan memadai dari Pejabat kotanya.

Masa Pemerintahan Eldin – Akhyar masih lama berakhir. Perubahan ditengah jalan bisa saja terjadi, misalnya pejabat sekarang dan para pembantunya tersangkut masalah hukum seperti pejabat-pejabat Kota Medan sebelumnya, peluang ini terbilang besar melihat APBD yang besar dan kinerja pemerintahaan yang tidak kemana-mana, seperti biasa ganjaran sekaligus bantuan Tuhan mungkin akan datang melalui tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak banyak pilihan menjadi masyarakat Medan selain terus berjuang sendiri ataupun berkelompok, bergerak untuk Medan yang lebih baik. Hal tersebut harus terus dilakukan agar menjadi sebuah ‘social movement’ yang memberi dampak positif untuk masa depan kita bersama.

Melihat kemampuan komunikasi yang menyedihkan dari Pejabat Kota Medan dalam hal menanggapi keluhan masyarakat tentang kota yang dipimpinnya kita harusnya sudah lama sadar bahwa Medan memiliki pemimpin yang tidak tepat, yang terus-menerus melahirkan banyak kekecewaan, yang melalui social media dengan lantang mencari ‘kambing hitam’ dari pada meminta maaf dan bekerja mencari solusi, bila dibandingan dengan Pejabat kota lain mereka hanya membuat menutup muka, malu, sedih.

Pejabat juga harus mendisplinkan dirinya untuk belajar, membangun komunikasi yang baik, dan bekerja terus-menerus menghadirkan solusi serta inovasi-inovasi.

Sambil menanti kepemimpinan mereka berakhir, mari kita munculkan gagasan-gagasan baik yang dikerjakan dengan benar. Sembari memunculkan tokoh pemimpin baru untuk Kota Medan periode berikutnya, dimana reputasi dan kemampuannya membuat kita bergerak untuk memberikan suara ke TPS.

Hal-hal tersebut yang telah dibangun dan berjalan di kota-kota lain. Di warung kopi, tempat dimana anak-anak muda kini berkumpul, optimisme teman ngopi saya diatas harus terus di hidupkan. Ayo teman-teman mari kita ngopi-ngopi dan beraksi.
===========
Penulis : Achmad Zaky (@kutaraja)
Relawan Gerakan Akademi Berbagi Medan, Pekerja Kreatif, Business Development di XABIDO Indonesia.