medanToday.com, MEDAN – Debat perdana pilgub Sumatera Utara (pilgubsu) mulai memanaskan suhu kontestasi politik. Apalagi, debat tersebut langsung mengekspos kemampuan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus. Terutama soal teknis pemerintahan daerah yang menjadi tema debat.
Terbukti, Edy yang mantan Pangkostrad tak lancar menjawab pertanyaan Djarot tentang tata laksana pemerintahan. Beberapa kali ia terlihat tidak terlalu bisa memahami. Bahkan, mantan ketua umum PSSI itu menyebut DKI Jakarta memiliki 4 bupati.
Hal yang sama juga dialami Musa Rajekshah. Ia ditanya Djarot soal defisit anggaran, mantan pereli itu menyebut bahwa defisit anggaran harus dihindari. Sebab, defisit merupakan tanda perencanaan anggaran yang buruk.
Padahal, defisit anggaran adalah sesuatu yang normal terjadi di pemerintahan. Defisit tersebut akan diambilkan dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA).
“Ini kondisi yang wajar terjadi. Yang tidak wajar adalah jika defisit itu terjadi karena ada pihak ketiga yang mengambil dana tersebut,” katanya.
Situasi tersebut diakui Shohibul Anshor Siregar, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). “Edy Rahmayadi memang tak punya track record di pemerintahan daerah. Berbeda dengan Djarot yang merupakan mantan wali kota Blitar dan Plt Gubernur DKI Jakarta,” kata Shohibul.
Namun, kondisi itu bisa dipahami karena Edy menghabiskan karirnya di militer. Lelaki kelahiran Aceh tersebut merupakan mantan Pangdam I Bukit Barisan kemudian promosi sebagai Pangkostrad pada 2015. Organisasi di luar militer yang dia pimpin hanyalah PSSI sejak 2016. Itupun harus dia tinggalkan demi menjadi orang nomor satu di Sumatera Utara.
Begitu juga Ijeck. Dia tak punya pengalaman di birokrasi. Justru lebih banyak berkiprah di organisasi otomotif seperti Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Sumut, Persatuan Menembak Indonesia (Pengda Perbakin) Sumut, dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumut.
“Kelemahan Edy dan Ijeck yang tak tahu teknis pemerintahan pasti akan dimanfaatkan lawan. Ini wajar dalam kontestasi politik. Kita akan melihat sejauh mana efektivitasnya. Dalam debat langsung seperti ini, masyarakat bisa langsung tahu kualitas pasangan calon,” pungkasnya. (mtd/rel)
=============================