medanToday.com,JAKARTA – Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kepada dewan etik pada Rabu (18/10). Anwar dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik imbas mengabulkan syarat batas usia capres-cawapres.
“Perihalnya, laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, yang menjadi hakim terlapor adalah Pak Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi,” ujar Petrus saat ditemui di Gedung MKRI, Jakarta, Rabu (18/10).
Petrus mengatakan pihaknya mengantongi empat bukti berupa Putusan Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, 55/PUU-XXI/2023, dan 90/PUU-XXI/2023 yang diucapkan oleh MK pada 16 Oktober 2023 lalu.
Ia turut menyinggung permohonan 90/PUU-XXI/2023 dan 91/PUU-XXI/2023, yang secara gamblang menyebut nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
“Nama Gibran disebut berkali-kali. Maka ada konflik kepentingan, karena ada hubungan keluarga, Ketua MK ipar Presiden Jokowi, dan anaknya Gibran disebut-sebut dalam permohonan pemohon. Dan belakangan Kaesang Pangarep jadi Ketum PSI menjadi salah satu pemohon,” jelas Petrus.
Menurut Petrus, seorang hakim mestinya mundur dari perkara apabila terdapat hubungan keluarga. Ia menyoroti posisi Anwar yang ikut membahas dan memutus perkara batas usia ini, terutama Perkara 90 yang menghasilkan amar “mengabulkan sebagian”.
Selain itu, Petrus juga menyoroti pendapat berbeda (dissenting opinion) yang disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra mengenai komposisi hakim pada perkara 29, 51, 55 saat Anwar tidak ikut memutus dan komposisi hakim pada perkara 90 saat Anwar ikut memutus.
Dalam laporannya, Petrus menilai dissenting opinion Saldi itu memperlihatkan bahwa Anwar memiliki kepentingan dan diduga mengendalikan beberapa Hakim Konstitusi untuk tiba kepada kesimpulan untuk mengabulkan sebagian Perkara 90. Hal itu dinilai itu jelas melanggar Etik dan Hukum Acara mahkamah Konstitusi.
=====================