Asmadi terlihat duduk menjajakan barang dagangannya di trotoar Persimpangan Jalan KH Wahid Hasyim, Jumat (22/9/2017) pukul 01.00 dini hari. (Tribun Medan)

medanToday.com, MEDAN – Duduk di pinggiran trotoar sambil sesekali menyeka peluh, Asmadi (45) menjajakan bantal dan kasur dagangannya.

Pria yang mengenakan topi dan handuk di leher tersebut terlihat menatap satu per satu kendaraan yang lewat di hadapannya.

Waktu telah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, terlihat laki-laki duduk di persimpangan Jalan KH. Wahid Hasyim persis di depan lampu merah.

Waktu menjelang pagi, Asmadi masih mampu melayani pelanggan yang menanyakan harga bantalnya. Saat orang lain terbawa mimpi, ia seorang diri menepi mengharap rizki.

“Ada bantal, guling dan kasur bang. Harganya dari Rp 195 ribu, bisa ditawar,” ujar Asmadi sambil menyusun barang dagangannya.

Warga Jalan Karya XIV Medan Johor itu mengaku, sejak pagi belum satupun barang dagangannya yang terjual. Itulah sebabnya, mengapa ia menjual hingga dini hari.

Terlihat mobil dan sepeda motor melintas di depannya, ada yang berjalan pelan, ada pula yang acuh memacu kendarannya.

“Terkadang ada mobil yang mampir membeli, ada juga yang hanya bertanya, tapi masalah rezeki Allah yang mengatur,” ungkapnya.

Asmadi menjelaskan ia menjajakan sendiri barang dagangannya dengan cara memanggul. Di siang hari ia berjalan di area Ayahanda, Pasundan, Halat hingga Gedung Arca. Terkadang bila lelah pria empat anak ini menaiki angkutan kota (angkot).

Ia bercerita, apabila tidak pulang, sering kali ia memilih tidur di Masjid ataupun warung kopi (warkop) milik kenalannya.

“Saya memilih berjuang hingga pagi begini, karena saya resah untuk pulang. Ayah saya yang membuat bantal, guling dan kasur ini sering sedih melihat barangnya gak laku,” jelasnya.

Pria yang berasal dari Mojokerto ini menuturkan, peralatan tidur bergambar klub sepakbola, tokoh kartun tersebut merupakan bikinan sang ayah yang berusia 70 tahun.
Asmadi mengaku keterampilannya berjualan ia dapatkan dari sang ayah.

“Dulu ayah saya masih kuat, masih bisa berjualan keliling, sekarang sudah sakit-sakitan,” ungkapnya.

Dari hasil penjualan barang dagangannya tersebut Asmadi mengaku untuk membiayai seorang istri, empat anak dan sang ayah tercinta.

Hasil dari mata pencahariannya itu menurut Asmadi tidak menentu. Kadangkala terjual sepasang bantal, guling dan kasur, namun tak jarang ia tak mendapatkan pembeli walau seorangpun.

Pria itu mengaku telah berjualan bantal, guling dan kasur sejak era Gusdur menjadi Presiden. Sebelumnya Asmadi berjualan tangga dan papan cuci yang terbuat dari kayu.

“Namun karena kayu mahal, dan modal habis saya memiih berjualan bantal ini. Lagipula bantal saya ini kualitasnya baik, dan tahan lama,” ujarnya sambil menunjuk susunan bantal dan guling yang terbungkus plastik.

Sang istri menurut Asmadi dulunya pernah berjualan jajanan kecil-kecilan. Namun karena tidak laku, suami istri tersebut memilih menutup gerai miliknya.

Asmadi mengaku prihatin, di zaman sekarang masih banyak orang yang berpangku tangan dengan keterbatasannya. Acap kali ia sering melihat pengemis yang memelas belas kasihan, namun berpura-pura buta.

“Bagi saya pantang untuk meminta-minta. Langkah, rezeki, jodoh, pertemuan dan maut Allah yang mengatur. Selama darah ini berwarna merah dan mengalir, kita harus giat mencari rezeki,” tegasnya.

Ia bercerita, anak keduanya sudah menunggak uang sekolah selama tiga bulan.
Selain itu, ia dan keluarganya memilih pindah kontrakan dari kawasan Namorambe ke Johor dengan alasan sewa yang terlalu mahal.

Namun, Asmadi bertekad di tengah himpitan ekonomi, masih banyak orang yang lebih sulit dari dirinya.

Bagi pembaca, agar jangan ragu membeli barang dagangan Asmadi. Sosok orang kecil namun menolak untuk mengkerdilkan diri.(mtd/min)

========================================================