medanToday.com , TOBASA – Awan terlihat berwarna pekat, air Danau Toba bergelombang menyapa bibir pantai di Ajibata, Toba Samosir. Sihar Sitorus memulai langkah bersama istrinya dengan menaiki sebuah boat yang disewa.
Perjalanan Sihar sore itu untuk menemui warga di Dusun Panamean, Desa Sampura, Kecamatan Ukuran, Toba Samosir (Tobasa). Kunjungan Sihar ke dusun tersebut bukan hanya sekadar menyapa warga, tapi ada seseorang yang spesial yang harus ditemuinya.
“Yang pasti yang saya temui bukan politisi. Bukan juga seorang tokoh masyarakat. Tetapi harus ke sana,” kata Sihar saat di atas boat.
Meski cuaca terlihat kurang bersahabat, Sihar mengatakan dia tidak mencemaskan hal itu. Ia bilang, Danau Toba itu anugrah Tuhan untuk masyarakat dengan segala keindahannya. Jadi, selama niat kita tulus, alam akan bersahabat.
“Ini kampungku, indah kan? Kampung mu di mana?” katanya saat melaju mengarungi danau kepada wartawan yang ikut menemaninya.
Sihar mengatakan masyarakat yang dikunjunginya adalah warga yang bermukim di tepi danau. Mereka sudah tinggal secara turun temurun, serta hidup dengan sederhana. Berdampingan satu dengan yang lain. Namun ada persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat itu. Sehingga dia harus ke sana untuk menemui mereka.
“Saya mendengar ada beberapa masalah vertikal di sana antarsesama kerabat. Saya datang ingin menyapa dan berbagi cerita damai bersama mereka,” jelasnya.
Sihar mengatakan, di lingkungan masyarakat pada umumnya kerap terjadi papasan vertikal tersebut. Seorang pemimpin harus dapat menjadi pendamai. Memihak kebenaran dan kebaikan.
“Jadi kalau ingin hidup di lingkungan masyarakat yang baik, ya kita harus bisa menempatkan diri sebagai objek dan sebagai subjek. Agar kita dapat hidup dengan damai,” jelasnya.
Sesampainya di dusun Sampura, Sihar melangkah ke pemukiman warga. Menemui sejumlah masyarakat yang ada di sana. Sihar pun duduk bersama, serta mendengar keluh kesah mereka. Termasuk persoalan internal warga yang berujung kasus hukum.
Setelah mendengarkan latar belakang dari persoalan tersebut, Sihar pun menemui seorang nenek bernama Saulina Boru Sitorus. Tujuan utama yang membawanya ke tempat ini. Saulina merupakan salah satu penerima dampak atas persoalan yang terjadi di desa tersebut. Saulina yang sudah berusia 92 tahun tersebut dipidana atas kasus penebangan pohon durian.
BACA: Nenek 92 Tahun Menangis Dengar Pembacaan Vonis Karena Tebang Pohon di Balige
Sihar mendengar penuturan Saulina. Menurut Sihar persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat tersebut hanya kesalahan pemahaman. Dia memediasi kedua belah pihak untuk berdamai dan tetap rukun.
“Karena hanya mediasi itu yang dapat kita lakukan sebagai solusi. Mereka harus saling memaafkan dan tidak berkonflik. Serta harus bersama agar dapat mencapai kebaikan,” terang Sihar.
Sihar mengatakan bahwa di dusun itu masih diikat kekerabatan yang harus terus dikuatkan sebagai tali persaudaraan. “Ada persoalan penebangan kayu, ada tanah, dan menurut saya persoalan utama itu komunikasi dalam keluarga. Karena semua keluarga. Jadi kita berharap masyarakat tetap rukun,” ujarnya.
Sihar mencontohkan Danau Toba yang merupakan bentang alam, wadah air mineral terbesar nomor dua di dunia. Danau tersebut merupakan danau vulkano yang memiliki keunikan. Sekitar bentangan alamnya dihuni sejumlah warga yang berbeda-beda. Tetapi tetap satu dalam satu kesatuan kawasan.
“Masyarakat Danau Toba kan unik, contohnya saja ada Simalungun, Karo, Pakpak dan Toba. Semuanya menyatu dalam ikatan yang kuat,” katanya.
Pertemuan antara Sihar Sitorus bersama istrinya dengan Nek Saulina pun diakhiri dengan pelukan hangat. Pelukan yang diharap bisa membuat Nek Saulina lebih tegar dan menjalani hidup lebih tenang ke depannya.(mtd/min)
===================