Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam Lubis saat menerima laporan keluarga KM, pelaku yang ditembak polisi usai menyerahkan diri di Kantor KontraS sumut. (Ist)

medanToday.com, MEDAN – “Abi ditembak, abi disekap,” ujar OR menirukan ucapan KM saat memulai cerita di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut, di Jalan Brigjen Katamso Medan, Rabu (4/11).

Istri pelaku penembakan polisi pada 27 Oktober itu datang untuk mengadukan nasibnya. Dia meminta KontraS mengusut tuntas kasus dugaan penyiksaan dan penembakan suaminya usai menyerahkan diri ke polisi. Dengan mata berkaca-kaca OR bercerita, waktu suaminya menembak Aiptu Robin Silaban dia sedang menjenguk ibunya di Lampung. OR juga mengaku tidak begitu mengetahui pekerjaan pasti sang suami.

Tapi, dia tidak membantah suaminya mengenal NWT, perempuan yang ditetapkan tersangka atas tuduhan menyuruh KM dan lima orang lainnya mencari KD dan IV di tempat pencucian mobil, Jalan Gagak Hitam Medan yang berakhir pada penembakan Aiptu Robin Silaban. Bahkan dia mendapat kabar tentang persoalan suaminya dari NWT setelah dihubunginya melalui sambungan telepon.

“Suami saya tipe orangnya tertutup,” kata perempuan yang baru dua tahun menikah dengan KM.

Setelah mendapat informasi, OR terbang ke Medan pada 2 November 2020. Sewaktu di bandara, ia mengaku sempat bervideo call dengan suaminya. Tapi KM belum menunjukkan kondisinya karena mencoba menenangkan istrinya. Begitu di Medan, OR menjenguk KM pada 3 Oktober 2020. Di sana dia terperangah melihat kedua kaki suaminya diperban. Saat itu ia mengetahui KM ditembak setelah menyerahkan diri. OR terus menangis selama mendengar cerita suaminya.

“Abi ditembak, abi disekap,” ujar OR menirukan ucapan KM waktu itu.

KM juga mengakui bahwa dia yang menembak Aiptu Robin. Namun, hal itu terpaksa dilakukannya lantaran Robin yang lebih dulu menembak dan mengenai kakinya. Kemudian memukul Robin pakai double stick dan merebut senjata api yang terjatuh dari tangannya. Selanjutnya KM menembak Robin dan mengenai bagian dadanya.

Kepada OR, KM mengatakan bahwa dia langsung menyerahkan diri setelah pertikaian dengan meminta bantuan rekannya inisial R untuk menelepon personel Polsek Percut Sei Tuan. Mereka janji jumpa di musala Desa Sampali, Deli Serdang. Saat itu dirinya diantar R sambil membawa barang bukti pistol dan double stick yang digunakannya menyerang Robin.

Selain itu, KM mencerikan perlakuan yang diterimanya selama ditahan. Selama dua hari kedua tangannya diborgol dan matanya ditutup. Keadaan itu berlangsung sampai akhirnya ia ditembak sebanyak tiga kali, dua di kaki kanan dan satunya di kiri.

“Di betis sebelah kirinya tembus,” ucap OR lirih, sembari mengatakan dia tidak bisa bertemu lama dengan suaminya dengan alasan mencegah penularan Covid-19.

Ketika dimintai tanggapannya, Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam mengatakan akan mendampingi istri KM untuk mendapatkan keadilan. Dia mendesak pihak yang terkait supaya mengungkap kasus penembakan KM secara transparan.

Dalam waktu dekat, KontraS akan berkoordinasi dengan Komnas HAM, Kompolnas, Divisi Propam mabes Polri dan LPSK agar memberikan perlindungan terhadap OR dan KM.

“Apa yang dialami KM, harus diungkap secara terang benderang. Sebab, ada pernyataan yang bertolak belakang antara kepolisian dan KM terkait penembakan ini. Yang berwenang melakukan itu adalah Propam dan Irwasda sebagai pelaksana fungsi pengawasan internal, serta Komnasham dan Kompolnas dari pihak eksternal. Penyelidikan untuk mengungkap fakta-fakta peristiwa harus segera dilakukan. Tentu saja prosesnya wajib berjalan secara profesional dan transparan,” kata Amin.

Amin menegaskan, pihaknya hanya mendampingi soal tindakan penembakan terhadap KM. Pihaknya tidak mencampuri soal tindak pidana yang dilakukan KM.

“Kami bersama istri KM mendampinginya sebagai korban penembakan yang diduga dilakukan oknum kepolisian. Harusnya, dalam menegakkan hukum aparat tidak melakukannya dengan melanggar hukum,” jelasnya.

Amin menambahkan, penggunaan senjata api dalam kerja-kerja kepolisian sudah diatur secara ketat. Harus ada kondisi dan prasyarat tertentu. Jika mengacu kepada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Misalnya membela diri dari ancaman kematian atau luka berat, mencegah terjadinya kejahatan berat atau mengancam nyawa orang lain.

Ada aturan main yang harus dipenuhi saat menggunakan senjata api. Bahkan, pasca menggunakannya polisi harus membuat laporan terperinci mengenai evaluasi pemakaiannya sebagimana Perkap Nomor 1 Tahun 2009, tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

“Jadi, tindakan tegas dan terukur dengan menembak pelaku tindak pidana tidak bisa dilakukan sesuka hati. Apalagi untuk motif memberi hukuman atas suatu perbuatan pidana yang sebelumnya dilakukan tersangka. Itu dilarang dan masuk dalam kategori penyiksaan. Bangsa yang sudah merdeka harusnya tak mengenal praktek penyiksaan. Sebagai catatan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Mempertontonkan kekerasan dan penyiksaan dalam penegakan hukum merupakan tindakan yang memalukan,” tegasnya.

KM bantah soal merebut senjata polisi usai menyerahkan diri

Sementara, Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko mengatakan, pihaknya terpaksa menembak karena KM mencoba merampas senjata milik petugas sewaktu pengembangan kasus dilakukan.

Dia juga berpendapat bahwa tersangka tidak menyerahkan diri karena yang bersangkutan tidak datang ke kantor polisi, akan tetapi diamankan di pinggir Jalan Sampali.

“Tersangka kita minta menunjukkan rekan-rekannya termasuk tempat tinggal. Namun, dia berulah kembali dan berusaha merebut senjata anggota yang mengawalnya. Kita berikan tindakan tegas terukur dengan melumpuhkannya,” kata Riko saat konferensi pers di Mapolrestabes Medan, Selasa 3 November 2020 kemarin.

Namun, usai konferensi pers, KM yang turut dihadirkan membantah keterangan yang disampaikan Kombes Pol Riko Sunarko. Dia mengaku tidak ada mencoba merampas senjata milik petugas saat pengembangan kasus. Ucapan itu dipertegasnya ketika ditanyai berulang kali oleh wartawan sambil diboyong ke ruang tahanan. Begitu juga dengan istrinya.

“Saya gak terima jika suami saya dikatakan berupaya merebut senjata. Bagaimana mungkin dia merampas sementara tangan terborgol dan matanya tertutup,” kata OR.

KM menyebut tidak pernah tahu di mana lokasi dia ditembak. Selain itu, selama ditahan dia mengaku seluruh badannya sakit, terutama di bagian dada. Dia juga membantah sudah mengarahkan pistol ke kepala Robin, seperti yang dipaparkan polisi.

KM menyampaikan bahwa dia datang ke sana karena tersulut emosi lantaran dihina oleh KD di dalam percakapan daring, bukan disuruh NWT seperti kronologis versi polisi. Setibanya di tempat pencucian mobil, dia menyangka lokasi itu adalah milik KD, ternyata bukan. “Dia (KD) ini sebelumnya menantang-nantang. Dikatainya suamiku banci dan beraninya menyiksa istri. Jadi suamiku panas (emosi),” ungkap OR. (mtd/min)