medanToday.com, MEDAN – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi menegaskan akan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika hasil kajian Undang-Undang Cipta Kerja ternyata tidak berpihak kepada masyarakat. Hal itu disampaikannya saat menemui ratusan massa aksi dari Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama Sumut, Selasa (13/10).
“Saya sudah keluarkan surat untuk mengundang tokoh-tokoh ilmiah, intelektual, termasuk nanti tokoh agama dan ulama. Percayakan, kalau sudah kita pelajari dan temukan menyengsarakan rakyat, saya yang menghadap presiden,” kata Edy di hadapan pendemo.
Edy menjelaskan, hal yang harus dilakukan saat ini adalah mencari draf Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI untuk dilakukan kajian mendalam. Sehingga tidak muncul asumsi-asumsi liar mengarah pada fitnah dan menyebabkan berkumpulnya orang di masa pandemi Covid-19 ini.
“Makanya perlu Tabayyun. Orang ribut ke sana sini, tapi barangnya gak ada. Untuk itu, setelah ada (draf) baru kita diskusikan mana yang pantas dan cocok, nanti kita sarankan ke presiden,” ungkapnya.
Edy menyatakan tidak mengetahui apa isi dari Omnibus Law yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat. Hal itu karena draf asli dari Omnibus Law belum diketahui dan didapatnya.
“Apa yang mau saya tanggapi, saya saja baru dibisikkan tentang Omnibus Law. Apa itu Omnibus Law, saya juga belum tahu,” katanya.
Edy menambahkan, dikarenakan undang-undang yang baru disahkan itu belum ada yang mengetahui termasuk massa aksi. Dia mengajak seluruh massa melakukan Tabayyun untuk mengkaji substansi dari produk legislatif tersebut.
“Saya yakin, kalau ditanyak kalian pasti tidak tahu. Karena tidak tahu maka perlu dilakukan Tabayyun,” ucapnya.
Ratusan massa dari GNPF Ulama Sumut membubarkan diri setelah mendengarkan sikap Edy Rahmayadi terkait Omnibus Law. Mereka yang terdiri dari ormas Islam itu kemudian meninggalkan lokasi diri dengan terlebih dahulu mengumpulkan sampah di areal aksi. (mtd/cis)