MEDAN,MEDAN-TODAY.com – Bonar Simanjuntak, pegawai pelaksana penimbang kendaraan bermotor (UPPKB) Tanjungmorawa I meneteskan air mata di hadapan Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan.
Bonar mengaku, kepada Sutrisno enggak tenang bekerja. Setelah kejadian operasi tangkap tangan di jembatan timbang Sibolangit, satu pekan lalu. Kini Bonar jadi waswas untuk bekerja. Apalagi, tidak ada pimpinan yang pasang badan alias memperhatikan pegawainya.
Bonar menangis, tak lama setelah Sutrisno menanya alasan tak beroperasinya jembatan timbang. Mulanya, ia hanya duduk terdiam, tak mengeluarkan satu kata pun.Namun mendadak, Bonar bangkit dari tempat duduk sembari memperlihatkan berbagai aturan yang menurutnya memberatkan pegawai. Satu di antaranya setiap petugas piket wajib menjaga aset dan tidak boleh mengutip pungli.
“Kami dilema orang bawahan ini, kami orang kecil yang ditangkap. Mengapa orang besar enggak ditangkap? Kami di sisi orang tak punya, kami punya keluarga, anak dan istri,” ujarnya di hadapan Sutrisno yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke UPPKB Tanjungmorawa I, Kamis (27/10/2016) siang.
Ia bersama rekan-rekannya menutup jembatan timbang, karena khawatir ada penggerebekan susulan. Apalagi, PNS yang ketangkap pungli akan dipecat, sehingga tak dapat pensiunan.
“Kalau kami ketangkap dipecat dari PNS. Apa enggak takut kami itu? Seharusnya jangan gitulah, pimpinan harusnya pasang badan kepada kami. Jika kami dipecat nanti enggak ada peduli, sama kami. Seharusnya enggak boleh demikian,” katanya sembari mengusap air mata.Setelah mendengar penjelas itu, Sutrisno mendekat dan memeluknya.
“Waktu kejadian di Sibolangit itu, uang perdapun diangkat polisi, uang kawan kami itu di kantong celanapun dirogoh. Apalagi mereka bawa senjata pasti takut kami. Kayak teroris waktu ditangkap itu, bawa-bawa senjata,” ujarnya.
Baca: Pungli di Jembatan Timbang Sibolangit, Tiga Petugas Dishub di TangkapÂ
“Justru masalah ini, kami jadi dilema, kami punya keluarga Pak, kami punya anak dan istri. Saya binggung memikirkan anak istri saya. Cemana mereka kalau kami ditangkap polisi. Ya, udalah, enggak apa-apa, tak usah kami kerja. Ngapain kerja kalau ujung-ujungnya ditangkap polisi,” tambahnya.
Ia menyampaikan, sebagai pekerja jembatan timbang sering bekerja hingga tengah malam. Karena itu, ia merasa sedih bila ada intimidasi.
“Kami kerja malam-malam taruhan nyawa, demi perjuangkan anak dan istri. Kami hanya bicara sama Bapak sebagai anggota dewan untuk minta perlindungan,” ujarnya.
Sebagai PNS, ia merasa tidak pernah mendapat apresiasi bila bekerja bagus, termasuk ketika mengirim bantuan kemanusiaan ke Aceh usai tsunami.
“Saya mau mati, tapi enggak pernah diberitakan. Ada surat perintah tugas saya untuk mengirim barang kemunusiaan di Aceh, tapi enggak pernah dipedulikan. Jadi, saya enggak mau ditangkap, karena anak dan istri akan telantar,” katanya.
Ia mengungkapkan, sudah puluhan tahun bekerja sebagai PNS di Dinas Perhubungan Sumut. “Saya tugas sejak 1992. Saya bekerja sudah 21 tahun, Pak. Kami tidak melakukan pungli. Saya takut saat bekerja dituduh pungli. Kami memang dilarang mengambil uang,” ujarnya.
Ia mengklaim, selalu bekerja sesuai standar mekanisme yang ditetapkan dalam perda.”Kami laksanakan tugas, tapi enggak pernah dibuat yang bagus-bagus. Hanya pungli saja yang jadi sorotan. Saya takut dituduh pungli, jadi bukan karena rusak jembatan ini tidak beroperasi. Pak, kami takut diintimidasi,” katanya.
Baca: Oknum Dishub Raup Rp.500 Juta Dari Praktik Pungli di Timbangan Sibolangit
sumber;tribunmedan.com