medanToday.com,TAPUT – Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara kembali bergulir dengan tajuk “Menjadi Netizen Pejuang Bersama Lawan Hoax”.
Para narasumber yang hadir di antaranya, Feri F. Alamsyah, M.I.Kom, Dosen Ilmu Komunikasi; Dionni Ditya Perdana, M.I.Kom, Akademisi dan Penggiat Literasi Digital; Fajar Efendi Daulay, M.Pd, Ketua Harian JSDI SUMUT/Penggiat LIterasi Digital; dan Hervina, S.Pd., M.S, Guru SMKN 7 Medan/Penggiat Literasi Digital.
Feri F. Alamsyah menyampaikan sebaiknya, kita tidak mudah terpancing untuk share/membagikan, reshare, repost, regram, reupload, retweet, dan lainnnya. Kebebasan berekspresi seyogyanya seimbang dengan pertimbangan risiko atau dampaknya (sanksi sosial dan sanksi pidana). Kenali konten yang berdampak negatif dan berdampak positif.
“Bayangkan jika penyebaran data dan jejak digital tersebut ternyata menguntungkan (peluang dan kesempatan). Namun tetap harus hati-hati, karena data negatif lebih diingat daripada data positif,” jelasnya.
Dionni Ditya Perdana, M.I.Kom mengatakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan kebebasan melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Fajar Efendi Daulay, M.Pd menjelaskan cermatilah alamat situs URL, periksa fakta, cari keaslian gambar, ikut serta dalam grup diskusi anti hoax, judul yang provokatif.
Pembicara keempat, Hervina, menuturkan potensi isu hoaks dan konten negatif bagi perpecahan bangsa, tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila, ancaman pada nasionalisme dan kebhinekaan serta pelanggaran pada hak digital.
“Harus bijak dalam menggunakan medsos. Harus kita cari berita yang benar dan bisa memfilter setiap berita yang diterima. Jangan percaya dengan culture hoaks,” jelasnya.
Adetya Hutami selaku Key Opinion Leader menyampaikan berkat dunia digital bisa tetap produktif. Sebagai generasi milenial harus melek digital. Harus membatasi interaksi di media sosial.(*)