Yang paling menarik dari setiap kontestasi politik adalah sensasi. Ceritanya pun selalu dipenuhi bumbu dan intrik politik. Tarik menarik kepentingan juga tidak bisa dihindari. Dampaknya tawar-menawar hingga menit-menit akhir pun menjadi konsumsi publik yang menarik untuk dinikmati.

Ada yang mengalah, ada pula obral kursi murah akibat lelah melakukan lobby politik sana-sini dan akhirnya buat hati gelisah. Terkadang, pada lobby politik tingkat tinggi para politisi tidak menghiraukan lagi bahwa jabatan itu adalah amanah.

Oke, berhubung karena suasana pilkada di Sumatera Utara lagi panas-panasnya jadi pembicaraan masyarakat dari kelas atas sampai kelas bawah. Dari lounge hotel sampai kedai-kedai kopi pinggir jalan.

Juga karena sampai saat ini PDI perjuangan belum mengantarkan berkas calon yang mereka usung di Pilgubsu. Padahal sudah hari terakhir pendaftaran, ada baiknya kita cerita tentang Djarot Saiful Hidayat dan betapa menariknya cara PPP menyandera PDI Perjuangan.

BACA: PPP Belum Mau Dukung Djarot Maju Pilgub Sumut

Djarot pertama kali datang ke Sumut dalam rangka persiapan pencalonannya di Pilgubsu pada 25 Desember 2017 yang lalu. Saat itu, sudah tidak dapat dipungkiri sudah banyak analisis yang mengatakan bahwa Djarot akan maju di Pilgubsu. Saya sebenarnya, juga satu diantara banyak orang yang menganalisis serupa.

BACA :

Tentu untuk ukuran partai sebesar PDI Perjuangan yang punya 16 kursi di DPRD Sumut tidak terlalu sulit untuk memenuhi minimal syarat 20 kursi demi pencalonan di Pilgubsu. Pertama, secara nasional PDI Perjuangan berkoalisi dengan Golkar (17 kursi), Hanura (10 kursi), Nasdem (5 kursi), PKPI (3 kursi), PKB (3 kursi) dan PPP (4 kursi).

Logikanya, apa susahnya Ibu Megawati berkomunikasi satu dua partai partai pendukung pemerintah tersebut untuk memuluskan langkah Djarot di Pilgubsu. Tapi begitulah, Ibu Megawati di 3 pilkada Sumut sebelumnya; tahun 2008, tahun 2013 dan tahun 2018 selalu memutuskan calon PDI Perjuangan untuk Pilgubsu di detik-detik akhir pencalonan.

Harus diakui pula memang, PDI Perjuangan adalah satu partai besar di Indonesia yang membuat mereka selalu terlihat jumawa dalam pencalonan. Belum lagi, PDI Perjuangan memiliki kader yang surplus di semua daerah.

Tapi apapun itu, partai-partai lain juga tidak sabar kalau harus kelamaan menunggu sikap PDI Perjuangan. Lihat saja langkah-langkah partai koalisi di pusat tersebut. Golkar, Hanura dan Nasdem akhirnya minggat ke Cagubsu Eddy rahmayadi-Ijeck. Juga dengan PKPI dan PKB yang memutuskan mendukung JR Saragih.

BACA JUGA:

Praktis partai yang tersisa tinggal PPP yang punya 4 kursi di DPRD Sumut dan jika koalisi dengan PDI Perjuangan dilakukan cukup memenuhi syarat minimal pencalonan di KPU. Untung-untung PPP mau mendukung PDI Perjuangan untuk menduetkan Djarot-Sihar Sitorus yang diantara keduanya tak satupun kader dari PPP itu sendiri. Seandainya PPP kabur dari PDI Perjuangan, gembar-gembor tentang Djarot di Media selama ini akan hilang begitu saja.

Untungnya pula PPP memiliki kepentingan strategis dengan PDI Perjuangan soal SK Kepengurusan yang sah.

Seperti yang kita ketahui Putusan MA telah memenangkan kubu Romahurmuzy (Romi). Namun, sampai tanggal 7 januari 2018 lalu suratnya belum di tangan Romi dengan berbagai alasan.

Kondisi inilah yang benar-benar dimanfaatkan Romi sebagai ketua umum PPP yang sampai detik akhir memutuskan akan mendukung siapa di Pilgubsu. PPP begitu lihai memainkan permainan politiknya. Sebab, jika PPP menarik diri dan memilih abstain di Pilkada Serentak maka secara otomatis PDI perjuangan akan malu karena hanya jadi penonton saja. Setelah sebelumnya penuh gembira dan sorak sorai mengumumkan pasangan Djarot-Sihar Sitorus di Pilgubsu.

BACA JUGA:

Sampai selasa malam, 9 januari 2018. Akhirnya deal antara PDI Perjuangan-PPP akhirnya terwujud. Sihar Sitorus dan salah satu politisi senior PPP Suharso Monoarfa datang ke rumah Megawati Soekarnoputri.

BACA:

Saat Sihar, Politikus PPP & Menkumham Yasonna Laoly Berada di Rumah Megawati

Hal yang paling unik dari pertemuan itu adalah dalam keadaan kurang sehat Yasona Laoly juga datang ke Rumah Megawati. Karena alasan Megawati tahu Yasona Laoly lagi sakit dan berniat memberi saran tentang kesehatan pada kadernya itu.

Apa Ibu Megawati sebegitu menguasai semua hal termasuk Ilmu Politik, lingkungan hingga masalah kesehatan. Atau jangan-jangan PDI Perjuangan sudah terjebak dengan langkah PPP yang menginginkan SK Kepengurusan mereka segera di tanda tangani Mentri Hukum dan HAM.

Bukankah Yasona Laoly itu adalah Mentri Hukum dan HAM itu sendiri, atau jangan-jangan pencalonan Djarot-Sihar dibarter dengan SK Kepengurusan Resmi PPP kubu Romi ?

Akh sudahlah..,seduh lagi kopinya, Seruput pelan-pelan dan jangan diminum selagi panas,Bung…

==============
Penulis: Paul Ginting