medanToday.com, PRAPAT, Ketua PWI Sumut H Hermansjah, menyatakan di era industri 4.0 ini, jurnalis harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan karena tidak cukup kompeten.
“Apalagi Era distrupsi, transportasi menjadi penting dan meminta perusahaan harus lebih adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat guna menjawab fenomena masa depan adalah hari ini,” kata Hermansjah dalam kegiatan “Kemah Kerja Jurnalistik (KKJ) bagi jurnalis kampus” digelar Kantor Humas, Protokoler dan Promosi Universitas Sumatera Utara (USU) di Parapat, Sabtu (16/11) kemarin.
Menurutnya, adiktif adalah kunci keberhasilan dan peningkatan SDM wartawan sebagai kunci menghadapi perubahan cepat era revolusi industri 4.0.
“Selain menyiapkan kemajuan teknologi juga mutlak pengembangan SDM,” ujarnya.
Karena kata Hermansjah, saat ini telah terjadi senjakala media massa khususnya cetak di mana sejumlah media mengalami penurunan oplah atau tiras penjualan ke publik. Hal ini akibat maraknya media sosial (medsos), yang lebih cepat menyampaikan informasi.
“Kondisi ini merata mulai dari daerah hingga nasional bahkan di internasional seperti di negara Korea Selatan. Tentunya ini adalah tantangan berat bagi media cetak untuk terus bertahan dan terbit,” sebutnya.
Agar media cetak bisa bertahan, di sejumlah negara maju termasuk Korea mereka mulai bermetamorfosis menciptakan kemampuan inovasi teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dengan seluruh proses bisnis korporasi.
Kondisi ini juga melahirkan fenomena industri baru dengan meleburnya batas antara berbagai jenis media massa seperti koran, majalah, radio, televisi dan film yang saat ini semuanya bisa hadir bersama dalam satu ruang yang difasilitasi internet melalui kemudahan akses digital.
“Kesemuanya disebut konvergensi media. Jika ini dilakukan, hal ini akan mengurangi tekanan derasnya digitalisasi di media 4.0,” ujarnya.
Dia menambahkan, hal itu mendorong proses ketika teknologi mobile dan digital dengan mendorong industri media menuju arah baru untuk melakukan integrasi, sinkronisasi dan konglomerasi.
“Kondisi ini menyebabkan ancaman pengangguran akibat otomisasi, kerusakan alam akibat eksploitasi industri dan maraknya hoax akibat mudahnya penyebaran,” pungkasnya.
(mtc/rdn)