kantor polisi
ilustrasi kantor polisi

medanToday.com, MEDAN – Laporan dugaan penganiayaan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), Sari Simanjuntak, oleh terlapor Iin Herdita Sirait beserta dua laki-laki lain, sudah 11 bulan belum dituntaskan Polres Pematangsiantar.

Demikian disampaikan pelapor, Sari Simanjuntak, kepada media, Senin(22/10/2017).

Pelapor saat itu didampingi pengacara dari RAY Sinambela Associates & Rekan, antara lain Enny M Pasaribu, RAY Sinambela, dan Simangunsong.

“Hampir setahun laporan dugaan penganiayaan saya mandeg di Polres Pematangsiantar. Padahal saya tetap aktif mempertanyakan masalah dan terbukti dikeluarkan SP2HP sampai tujuh kali yang isinya sama semua, yaitu akan diadakan gelar perkara, akan diperiksa saksi, dan lainnya. Untuk ini, saya meminta polres agar segera menuntaskan kasus. Kalau tidak, saya akan menarik berkas dan mengalihkan ke Polda Sumut,”katanya.

Sari pun mempertanyakan kinerja kepolisian, yang menurutnya, kok begitu susah menetapkan tersangka.

“Padahal ada korban, ada laporan, dan ada visum. KUHP juga sudah mengatur soal dua alat bukti. Lalu ada CCTV. Pengakuan tersangka di TKP ada bersama dua laki-laki. CCTV sudah diperiksa dan visum dari dokter juga menyatakan benar ada penganiayaan. Kok tak ada kelanjutan?” tanyanya.

“Seharusnya, dalam masalah ini, setidaknya bisa menjadi kasus perbuatan tidak menyenangkan. Ini, apa pun tidak,” kata Sari lagi.

Beberapa kejanggalan lain dalam penanganan kasus itu, lanjut dia, adalah seperti lambat SPDP dikeluarkan kepolisian.

“Saya melaporkan dugaan penganiayaan pada tanggal 19 November 2016. Tapi SPDP baru keluar Bulan Mei 2017, itu pun setelah saya mempertanyakan sendiri ke Mapolres Pematangsiantar pada Bulan April 2017, setelah lima bulan sejak laporan saya,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, pelapor bahkan mengungkapkan, bahwa di tengah proses penanganan kasus yang menurutnya menggantung, ada oknum-oknum yang menyebut, perkara itu akan susah dilanjutkan, karena ada intervensi dari seorang petinggi di Mapoldasu.

“Mereka sendiri berkata kepada saya, bahwa perkara yang saya laporkan itu akan susah ditangani karena intervensi dimaksud,” katanya.

“Saya sendiri kurang mengerti, kenapa kasus sepele, hanya kasus penganiayaan terhadap seorang IRT biasa seperti saya, bisa menjadi perhatian oknum petinggi itu. Memang saya dengar ada pengusaha di Sumut yang ikut campur juga. Namun saya pun kurang paham, ada apa pengusaha itu kok sampai merasa perlu ikut campur,” lanjut Sari.

Bahkan Sari mengaku, dia beberapa kali didatangi untuk perdamaian, dengan konpensasi besar.

“Selama Desember 2016, saya sudah bolak-balik dihubungi oknum-oknum untuk berdamai bahkan ada yang menawarkan mobil. Ada sampai lima kali diajak berdamai dan semua saya tolak,” tandasnya.

Menurut Sari Simanjuntak, penganiayaan dilakukan oleh tiga orang, yaitu Iin Herdita Sirait, Ebed Sigalingging, dan Naik Parulian Nainggolan, dengan peran masing-masing ada yang memukul, mengintimidasi, dan mengawasi keadaan, pada tanggal 19 November 2016, di basement Hypermart Pematangsiantar.

Para pelaku mengendarai Toyota Avanza BK 1156 TZB.

“Sekitar pukul 18.00 WIB saya membuat laporan kepolisian ke Polres Pematangsiantar dan diarahkan ke Polsek Martoba. Pemeriksaan dilakukan sampai dengan jam 01.00 WIB tanggal 20 November 2017. Dalam pemeriksaan tersebut saya diantar oleh pihak Polsek Martoba untuk visum dan hasil visum diambil kurang lebih seminggu setelah visum dan diambil langsung oleh pihak Polsek Martoba,” jelasnya.

“Bukti yang sudah ada adalah, CCTV Hypermart, visum yang ditunjuk oleh Polsek Martoba, keterangan saksi yaitu satpam Hypermart sebanyak tiga orang, keterangan saya sebagai korban, keterangan anak saya, pengakuan tersangka sendiri di BAP bahwa memang benar melakukan penghinaan, dan foto mobil Toyota Avanza BK 1156 TZB yang sedang mengikuti saya,” sambung Sari.

Terkait masalah ini, Kapolres Pematangsiantar AKBP Doddy Hermawan membantah lambatnya penanganan kasus dimaksud karena ada intervensi dari petinggi di Mapolda Sumut.

“Dari data yang kami laporkan, tidak ada intervensi ya Bang,” katanya via WA, saat dihubungi, Senin (23/10/2017). Dia pun menyampaikan, kasus itu sudah dikirim ke Polda Sumut.

“Info dari kasat reskrim, sudah kita kirim LAPJU-nya ke Propam Polda ya Bang.

“Proseduralnya Bang. Setiap LAPJU kasus penyidikan kami tembuskan ke propam,” sambung Kapolres Pematangsiantar, saat ditanya apa tujuan kasus itu sampai ke Propam Polda Sumut.

Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Restuadi juga membantah soal intervensi tersebut.

“Hingga saat (ini) tidak ada yang intervensi Bang. Memang kita kewalahannya di saksi. Tidak ada satu saksi pun yang melihat adanya penganiayaan itu Bang,” kata kasat reskrim.

Ditanya apa tindakan selanjutnya, dia mengatakan, kasus tetap lanjut. “Masih tetap kita selidiki dan proses Pak,” jawab AKP Restuadi.

Terkait adanya rekaman CCTV, AKP Restuadi membenarkan, namun menurutnya tidak membuktikan ada penganiayaan.

“Iya ada CCTV-nya Pak, tapi tidak ada kelihatan penganiayaannya Pak,” jawabnya.

(mtd/min)