Ilustrasi Bitcoin (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Ilustrasi Bitcoin (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

medanToday.com, JAKARTA – Otoritas moneter Indonesia dengan jelas tidak mengakui virtual currency termasuk bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.

Namun, virtual currency seperti bitcoin banyak diperdagangkan di Indonesia. Padahal virtual currency ini memiliki beberapa karakteristik yang berpotensi menimbulkan risiko.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan &Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Eni V. Panggabean mengungkapkan ada empat karakter yang menunjukan potensi risiko.

Pertama, tidak ada regulator sehingga tidak ada kepastian hukum, termasuk pengaturan terhadap pengelolaan algoritma virtual currency.

“Sehingga sewaktu-waktu bisa merugi,” tegas Eni, Senin (15/1/2018).

Kedua, peer to peer atau orang ke orang. Dengan demikian, Eni mengungkapkan tidak ada pihak yang menangani keluhan karena tiada ada penengah.

Ketiga, pseudonomity atau identitas pelaku tersamarkan atau tidak dapat diidentifikasikan dengan transaksinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal. Keempat, no central authority atau tidak terdapat entitas sentral yang menjadi subyek pengaturan.

“Penerbitan dan harga ditentukan supply dan demand. Supply-nya hanya 21,26 juta. Artinya, setelah itu ya tinggal yang berlaku di pasar sekunder,” kata Eni.

Akibatnya harga bisa berfluktuasi. Di dunia, Eni mengungkapkan ada 1.400 jenis virtual currency. Beberapa contohnya a.l. Bitcoin, Ethereum, Ripple, dan Cardano.

(Mtd/min)