Warga meninggalkan ruang kantor usai mengecek iuran kepesertaanya di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Palu, Sulawesi Tengah, Senin (19/6). BPJS mempermudah layanan kesehatan bagi pemudik mulai H-7 sampai H+7 Idulfitri dengan menerima pengobatan di setiap Unit Gawat Darurat (UGD) setiap rumah sakit mitranya tanpa mempersyaratkan surat rujukan. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/foc/17.
ILUSTRASI Warga meninggalkan ruang kantor usai mengecek iuran kepesertaanya di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Palu, Sulawesi Tengah, Senin (19/6). BPJS mempermudah layanan kesehatan bagi pemudik mulai H-7 sampai H+7 Idulfitri dengan menerima pengobatan di setiap Unit Gawat Darurat (UGD) setiap rumah sakit mitranya tanpa mempersyaratkan surat rujukan. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/foc/17.

medanToday.com, JAKARTA – Selain disebabkan besaran iuran yang masih belum sesuai dengan pehitungan aktuaria, desifit yang dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga disebabkan tingkat kolektabilitas yang belum optimal.

Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengakui, masih cukup banyak peserta yang masih menunggak iuran. Jumlahnya mencapai sekitar sepuluh juta peserta.

Mayoritas dari peserta yang menunggak ini berasal dari segmen peserta bukan penerima upah (PBPU) alias peserta mandiri.

Sementara untuk peserta penerima upah alias pekerja, ia menyebut kedisiplinan dalam membayar iuran terbilang cukup baik. Dimana sudah lebih dari 90% peserta dari kalangan korporasi yang membayar iuran tepat waktu.

“Di negara lain butuh sepuluh tahun untuk mencapai rasio tersebut. Di kita kurang dari empat tahun,” katanya, Jumat (3/11/2017).

Nah agar kolektabilitas bisa meningkat, khususnya dari peserta mandiri, perluasan saluran pembayaran menjadi salah satu strategi yang terus diupayakan. Saat ini, ia menyebut BPJS Kesehatan pun sedang membangun platform digital yang nantinya bisa digunakan peserta sebagai saluran pembayaran iuran.

Di samping itu, ia pun menyambut baik wacana untuk melibatkan pemerintah daerah dalam membantu menanggung iuran BPJS Kesehatan dari warga masing-masing daerah. “Untuk mekanismenya tentu tergantung pemerintah nantinya seperti apa,” ungkapnya.

Ancaman defisit memang kambali menjadi hal rutin yang dihadapi BPJS Kesehatan. Di tahun ini sendiri, potensi missmatch antara pendapatan dan klaim yang dibayarkan diperkirakan berada di kisaran Rp 9 triliun.

(mtd/min)