ILUSTRASI. (sumber:internet)

medanToday.com,NIAS UTARA – Digitalisasi pers melahirkan media massa baru yaitu media online yang ditopang teknologi informasi yang sudah merasuk ke masyarakat. Kecepatan penyajian dan kehadirannya bisa menjadikan seluruh masyarakat menjadi wartawan yang bisa menginformasikan atau mewartakan sebuah peristiwa atau pendapat.

“Digitalisasi pers berdampak banjirnya informasi yang bisa cenderung menjadi hoax,” ungkap Eko Pamuji, Sekretaris PWI Jatim dan Ketua Jaringan Media Siber Indonesia Jatim saat menjadi pembicara webinar di Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara dengan tema “Inovasi Media Penyiaran di Era Digital”.

Dalam hal sisi tingkat keamanan alat digital, setiap platform memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Tidak ada alat yang paling aman baik itu HP atau laptop, karena biasanya kesalahan disebabkan oleh kelengahan atau human error.

Contoh mendapat SMS hadiah dari provider, kesadaran dan paham atas penipuan adalah kuncinya. Alat secanggih apapun, tergantung pada manusianya.

“Kalau dari sisi konten kita bisa mengamati dan memiliki pengalaman subjektif, ketika itu tidak masuk akal itu sudah pasti penipuan,” jelasnya.

Sedangkan Dosen dan Peneliti UIN Sumut, Rahmad Syuhada menuturkan media online sebagai wadah komunikasi dan aspirasi di era digital. Konsep dalam hal ini meliputi skill, aplikasi, kondisi dan tantangan.

Dalam skill, harus memiliki strategi media sosial yang terarah. Kondisi nyata di daerah-daerah masih kurangnya programmer yang dapat melakukan pengembangan-pengembangan aplikasi.

“Tantangannya adalah membangun inovasi digital mengikuti perkembangannya,” jelasnya.

Dr. Meithiana Indrasari, ST, MM seorang Akademisi Unitomo dan Regional Director ICSB East Java, memaparkan konten yang menarik harus relevan, helpful dan fun. Kemudian konten yang baik adalah yang mendidik seperti product knowledge, manual dan tutorial. Lalu, menghibur dan membujuk, seperti good values, positive reviews atau testimoni. Kemudian, share worthy dan searchable.

Solihah Titin Sumanti, Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi FIS UIN Sumut mengatakan salah satu produk dari ekspresi dari sisi negatif yang sering kita dengar adalah ujaran kebencian. Ucapan atau tulisan yang dibuat seseorang atau kelompok di muka umum atau media untuk menyebarkan dan menyulut kebencian suatu individu, kelompok terhadap individu atau kelompok lain yang berbeda suku, ras dan agama. Ujaran kebencian diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 ITE.

Popi Anggraini sebagai key opinion leader dalam webinar kali ini, menuturkan mau tidak mau kita mengikuti perkembangan yang ada. Tetapi jika bisa melakukannya sesuai dengan hobi kita mungkin akan lebih menyenangkan. Dalam berinternet kita memang harus mengambil positifnya, jika kita mengikuti yang negatif kita akan sulit untuk maju atau berkembang.

=======================