Dosen Ilmu Politik FISIP USU, Fernanda Putra Adela (baju hijau). MTD/Andre Yoga

medanToday.com,MEDAN – KTP elektronik atau e-KTP milik Calon Gubernur Sumatera Utara Djarot Saiful Hidayat sedang ramai dibahas oleh masyarakat dan warganet di media sosial. Pasalnya kepengurusan e-KTP Djarot yang beralamat Medan tersebut dianggap banyak orang terlalu singkat untuk standar waktu pengurusan berkas kependudukan.

Tidak hanya itu, masyarakat juga mempertanyakan prosedur keluarnya e-KTP Djarot tersebut, pasalnya Djarot disebut-sebut tidak melampirkan surat pengantar dari RT, RW, dan kelurahan/kecamatan yang bersangkutan.

Terkait hal ini, akademisi yang kerap mengkaji kebijakan publik yang juga merupakan Dosen Ilmu Politik FISIP USU, Fernanda Putra Adela, S.Sos, MA mengatakan, e-KTP Djarot sepintas memang memunculkan banyak pertanyaan untuk masyarakat terkait waktu penyelesaiannya.

Namun, hal ini sudah sesuai dengan prosedur kepengurusan yang dikeluarkan Kemendagri 2 tahun lalu, berdasarkan surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 471/1767/SJ yang diterbitkan 12 Mei 2016.

“Terkait e-KTP Djarot yang menjadi polemik di masyarakat tidak perlu dibesar-besarkan karena sudah sesuai prosedur. Sepintas sih memang memunculkan banyak pertanyaan terkait waktu penyelesaiannya. Namun, hal ini sudah sesuai dengan prosedur kepengurusan yang dikeluarkan Kemendagri 2 tahun yang lalu berdasarkan surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 471/1767/SJ yang diterbitkan 12 Mei 2016,” ujarnya.

BACA JUGA:

Cawagub SIHAR SITORUS Janji Benahi Lingkungan dengan Pemanfaatan & Pengendalian Ruang

Fernanda juga mengatakan, dalam kepengurusan administrasi yang berkaitan dengan prosedur administrasi khususnya akuntabilitas publik yang berkaitan dengan kependudukan, poin paling penting yang harus dipenuhi harus merujuk pada akuntabilitas administratif, akuntabilitas legal, akuntabilitas politik, akuntabilitas profesional dan akuntabilitas moral.

Lebih lanjut menurut Fernanda, Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor 471/1767/SJ yang diterbitkan 12 Mei 2016 isinya berkaitan dengan sinergitas database kependudukan di seluruh Indonesia, penerbitan dan pengganti e-KTP yang rusak dan tidak mengubah elemen data kependudukan, perlu penyederhanaan prosedur, yaitu cukup dengan menunjukkan fotokopi Kartu Keluarga, tanpa surat pengantar dari RT, RW, dan kelurahan/kecamatan.

“Saya pikir jika rujukannya adalah peraturan Kemendagri yang keluar 2
dua tahun lalu tersebut. Jika yang diuji adalah akuntabilitas publik yang berkaitan dengan kependudukan. Djarot tinggal menunjukkan fotokopi KK saja, karena e-KTPnya sudah lama terekam. Tinggal dipindahkan saja dari Dinas Kependudukan Jakarta ke Dinas Kependudukan Kota Medan. Ini tidak perlu dijadikan polemik. Sebab, prosedurnya sudah begitu,” jelas Fernanda.(mtd/min)

=====================