Tiap Bulan Digaji Tanpa Bekerja, Ribuan Imigran di Medan Semakin Meresahkan

Seorang bocah Imigran gelap asal Myanmar memperlihatkan kartu UNHCR miliknya saat menjalani proses keimigrasian di Medan. MTD/Dedis SJ

MEDAN,MEDAN-TODAY.com – Keberadaan ribuan pengungsi atau imigran yang mencari suaka dari berbagai negara seperti Iran, Sudan, Afghanistas dan Myanmar di Kota Medan saat ini semakan banyak dan membuat warga resah.

Sebab, pola pengawasan terhadap para imigran tersebut dinilai terlalu longgar sehingga membuat mereka dengan bebas bisa bepergian kemana saja khususnya di Kota Medan.

Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi A DPRD Kota Medan bersama pihak Imigirasi, Aliansi Masyarakat Pribumi, Pemko Medan dan lembaga International of Migration (IOM) selaku badan PBB yang menjamin mereka.

RDP ini sendiri tidak terlepas dari masuknya pengaduan warga dari Aliansi Boemi Poetra yang disampaikan oleh Rufino Barus.

Rufino mengatakan banyak pengungsi yang bersikap melanggar etika. Bahkan, cukup merugikan masyarakat.

Dicontohkannya, seorang pengungsi dari Srilanka bernama Rasyid menikahi seorang perempuan Medan dan memiliki seorang anak. Namun, setelah itu Rasyid pergi meninggalkan perempuan tersebut.

“Apakah mereka tak diajarkan beretika di Kota Medan ini. Pihak imigrasi juga kenapa tak mencari lelaki itu.Mau nunggu berapa banyak lagi anak-anak perempuan kita yang diperlakulan seperti itu,” tegasnya.

Ruffino mengatakan jika sikap tersebut merugikan masyarakat tentu lebih baik keberadaan mereka tidak diterima di Medan.

Para pengungsi Rohingya bermain bola di camp pengungsian, Aceh. MTD/Dedis SJ
Para pengungsi Rohingya bermain bola di camp pengungsian, Aceh. MTD/Dedis SJ

“Kita membantu mereka. Tapi dari sisi lain, kita sendiri terasa di rugikan. Tak boleh begitu. Bahkan ada kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga orang pengungsi terhadap anak tiga tahun.”

“Ini boru kita karena sama-sama orang Medan kita semuanya,” ujarnya.

Sikap tak patuh akan peraturan juga menurut Ruffino menjadi hal yang kerap dipertontonkan oleh para pengungsi diantaranya dengan berkendara tanpa mengenakan helm.

Gaya hidup mereka yang selalu berbelanja di supermarket karena mendapat uang jaminan hidup per bulan juga dinilai rawan memicu kecemburuan sosial.

Dari temuannya juga, banyak para pengungsi yang sudah mulai berpacaran dengan perempuan Kota Medan dimana mereka merayu-merayu gadis-gadis dengan mengaku sebagai turis.

“Ini kan sudah bebas sekali. Kota Medan begitu bebas. Makanya begitu ramai pengungsi yang diarahkan ke Kota Medan,” ketusnya.

“Jika persoalan ini tidak kita selesaikan dengan cepat dalam waktu 10 tahun lagi NKRI ini akan lost. Dan pengungsi akan menang,” akhir Rufino. (mtd/pojosatu.id)