ILUSTRASI | Sejumlah petugas kepolisian yng berpakaian superhero menyemprotkan cairan disinfektan di jalan Panglima Sudirman kawasan Kebonagung, Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (9/4/2020). ANTARA FOTO/Umarul Faruq.

medanToday.com,JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan dalam penanganan pandemi virus Corona (COVID-19) seperti saat ini sangat mungkin terjadi tindak pidana korupsi. Karena itu, ICW meminta pemerintah transparan soal pengeluaran untuk penanganan COVID-19.

“Ya harusnya pemerintah, tugas Jubir Gugus Tugas harusnya bukan hanya menyampaikan berapa banyak orang yang meninggal, jumlah yang sembuh dan jumlah positif. Tapi harus menyampaikan seberapa besar uang yang sudah digunakan untuk penanggulangan ini,” kata peniliti ICW Wana Alamsyah dalam diskusi online bertema ‘Korupsi dan Corona, Kamis (9/4/2020).

Wana mengatakan hal tersebut dilakukan agar masyarakat tahu besaran dan kegunaan anggaran dalam penanganan virus Corona tersebut. Terlebih lagi, kata dia, dana yang disiapkan untuk penanganan COVID-19 sangatlah besar.

“Kalau kita lihat dari sisi anggaran ada Rp 405 triliun, pemerintah coba anggaran dalam 4 kategori yakni alat kesehatan, jaring pengamanan sosial, dan pajak dan UMKM. Dari anggaran yang besar ini bagaimana pemerintah mengajak masyarakat mengawasi kerja-kerjanya,” sebutnya.

Wana mengungkapkan sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terjadi tindak pidana korupsi. Berdasarkan data ICW, dalam kurun tiga tahun sejak 2017, sudah ada 59 kasus korupsi di sektor kesehatan dengan kerugian negara mencapai Rp 126 miliar.

“Kalau dikaitkan dengan wabah tapi saat itu nggak masif kan sudah pernah terjadi di Indonesia. Tahun 2015 Menkes Siti Fadilah ditetapkan oleh KPK tersangka korupsi vaksin flu burung. Ini kan preseden ini sudah terjadi. Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah coba menguatkan dari instrumen hukumnya,” ujar Wana.

Menurut Wana, dalam kondisi penanganan wabah seperti saat ini hal yang rentan terjadi tindak pidana korupsi ialah proses pengadaan barang dan jasa. Ia menyebut modus yang biasa digunakan para oknum ini dengan melakukan mark up harga.

“Kalau kita bicara potensi korupsi di sektor anggaran bisa dilihatan titik rentannya korupsi terjadi. Kalau dalam kondisi wabah ini salah satu modus kita bisa lihat bagaimana satu barang di mark up. Saat ini tidak adanya harga yang bisa jadi nilai pembanding tapi jangan sampai kita tidak ada data pembandingan ini jangan sebagai jadi celah bagi oknum untuk korupsi,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi ) mengatakan untuk menangani COVID-19, pemerintah diperkirakan mengeluarkan tambahan belanja dalam APBN 2020 mencapai Rp 405,1 triliun. Total anggaran itu dialokasikan sebesar Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

===================