medanToday.com – Semakin ketatnya persaingan di dunia usaha membuat Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo merasa perlu ada evaluasi terkait rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merevisi Bea Masuk bagi barang impor penumpang, yang saat ini berada di atas US$ 250 per orang dan US$ 1.000 per keluarga untuk setiap kedatangan.

Menurutnya, lebih baik ada pelonggaran supaya tercipta kompetisi yang lebih baik.

“Karena terbuka kesempatan menciptakan substusi di dalam negeri dengan harga yang bersaing,” kata Yustinus ke KONTAN, Senin (18/9/2017).

Menurut Yustinus, pada dasarnya konsumen berhak mendapatkan harga terbaik, maka kebijakan pembatasan ini seyogianya juga memperhatikan hal itu, termasuk kenaikan harga, peningkatan daya beli, dan borderless yang menjadikan flow of goods semakin terbuka dan cair.

Ia mengambil contoh bila ada produk yang sejenis antara di Jakarta dan Singapura, ternyata lebih murah di Singapura.

“Kalau ini terjadi artinya tidak kompetitif, dan kalau barang itu ada substitusi maka bagus untuk didorong ke arah itu,”katanya.

Skema non tariff barrier juga harus dipikirkan pemerintah. Tapi supaya insentif non tarif masuk skema, jangan sampai ada hambatan lain yang tidak mendorong industrialisasi dan inovasi.

“Cara berpikir saya simpel. Jika seseorang traveling dan belanja, yang bisa langsung dipakai dari ujung kaki sampai ujung kepala, agaknya pembatasan yang wajar dengan survei harga, dari alas kaki hingga asesoris di kepala atau wajah,” jelasnya.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, jangan sampai pelonggaran ini menghambat bisnis pengusaha atau pengrajin di dalam negeri.

“Yang kami jadikan referensi adalah kepentingan perusahaan yang jual barang sejenis sehingga harus ada equal level of playing field,” ujarnya.

Ia melanjutkan, saat ini pihaknya menerima berbagai usul. Salah satunya adalah pelonggaran batas pengenaan Bea Masuk sebanyak dua kali lipat.

“Ada yang usul dua kali lipat, kalau 10 kali lipat kasihan industri dalam negeri. Tiket ke Singapura kan murah. Kalau margin-nya di atas itu, ya belanja saja di Singapura,” kata Heru.

(MTD/MIN)