medanToday.com, JAKARTA – Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto mengatakan mampu memproduksi vaksin Covid-19 dengan kapasitas 250 juta dosis secara bertahap. Pihanya juga telah mendapat izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).

“Tentu dari awal persiapan sudah dilakukan, dan ada quality control. Semua dilakukan secara hati-hati serta sesuai standard mutu,” ujar Bambang Heriyanto melalui aplikasi zoom dalam talkshow “Menjemput Asa Vaksin Covid-19” di Media Center Satgas Penanganan Covid-19 Graha BNPB Jakarta pada Senin (19/10).

Bambang menjelaskan, jumlah produksi vaksin ini tidak bisa mengacu dari kapasitas maksimal 250 juta dosis, tapi akan dilakukan secara bertahap. Per bulannya produksi bisa berkisar 16 sampai 17 juta dosis, hal itu tergantung waktu suplai dari Sinovac.

Menurut Bambang, progres vaksin yang sudah memasuki uji klinis tahap ketiga di Universitas Padjajaran, Bandung sebanyak 1.620 orang relawan. Dan suntikan vaksin pertama ini sudah selesai dilakukan. Kemudian berlanjut ke suntikan kedua pada 1.724 orang relawan, terhadap 671 orang di antaranya sudah diambil contoh darahnya.

“Ini semua akan selesai di awal Januari 2021,” ungkap Bambang.

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menjelaskan, proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh bisa melalui suntik atau tetes. Setelah itu tubuh bereaksi membentuk imunitas atau antibodi sehingga bisa melawan saat tertular virus Corona.

Sementara imunisasi adalah proses ketika tubuh dapat memunculkan kekebalan karena terbentuknya antibodi terhadap imun yang dituju. Menurut Wiku, orang yang mendapat vaksinasi adalah orang sehat berisiko tinggi seperti dokter, tenaga kesehatan, perawat yang setiap hari berinteraksi dengan pasien Covid, dan kelompok yang memberikan pelayanan publik dan beresiko bersentuhan dengan banyak orang.

Terkait skema penyebaran vaksin Wiku menjelaskan, akan menentukan prioritas karena stok vaksin tidak datang dalam jumlah komplet. Produksinya bertahap, jadi pemberiannya pun dilakukan berdasarkan prioritas.

“Nanti ada pertimbangan tersendiri, apakah diberikan pada orang yang berisiko tinggi atau juga diberikan ke daerah,” jelas Wiku. (mtd/min)