ILUSTRASI | Suasana camping seribu tenda di pinggiran Danau Toba yang diselenggarakan oleh Rumah Karya Indonesia di Pulau Paropo, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Foto : Dedi Sinuhaji for MEDANTODAY.com

medanToday.com,MEDAN – Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendorong agar masyarakat yang ada di seputar Danau Toba agar mengurus sertifikat kepemilikan tanah. Hal ini disampaikan Kepala Wilayah Badan Pertanahan Negara Sumatera Utara (Sumut) Dadang Suhendi saat berbicara pada forum Webinar Gaja Toba Semesta.

Ia menyebutkan BPN mendorong masyarakat agar segera mengurus sertifikat tanah agar tidak terjadi ketimpangan sosial. Karena selama ini Investor mendapat sertifikat, sementara warga setempat yang sudah turun temurun menempati tanah justru tidak memiliki setifikat.

Pemerintah kata Dadang, terus berupaya menyelesikan persoalan pertanahan dengan menertibkan sertifikat kepemilikan tanah. Targetnya tahun 2024 seluruh bidang tanah bisa terdaftar.

Menurut data BPN, baru 19,42 persen luas bidang tanah yang terdaftar dari 7 kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba. Data dari Pemerintah Daerah Kabupaten Samorsir dan Kabupaten Taba Samosir menurutnya juga terlihat masih rendahnya jumlah kepemilikan sertifikat tanah. Sebabnya adalah, kesulitan menetapkan status kepemilikan di sempadan Danau Toba, mengacu pada Peraturan Daerah Sumut nomor 1 tahun 1990 tentang larangan mendirikan bangunan 50 meter dari bibir Danau Toba.

Dadang Suhendi menegaskan, ketentuan peraturan daerah nomor 1 tahun 1990 tidak mengurangi hak warga dan tidak menghalangi terbitnya sertifikat.

“Pemerintah, dibawah kepemimpinan pak jokowi termasuk undang undang, tidak boleh ada satu bidang tanah pun di luar kawasan yang tidak terdaftar, yang tidak jelas statusnya. Apabila ada salah penafsiran di sempadan tidak boleh disertifikatkan, maka menjadi tidak bertuan, tidak jelas. Negara tidak punya domain claring, tidak bisa mengakui kepemilikian, karena disitu rakyat sudah menguasai turun temurun, tidak serta merta pemda, pemerintah mengambil alih. kita harus mengakui hubungan hukum kepemilikan itu. Dari sisi kepemilikan,seharusnya tegas pemerintah memberikan kejelasan status, agar tidak masuk sengketa konflik tanah gara-gara tidak jelas status kepemilikan, pihak lain masuk seenaknya. Yang kedua kita ingin mengurangi ketimpangan sosial, disatu sisi banyak di sepadan pantai investor masuk dapat hak (sertifikat), dia (warga setempat) tidak ada (sertifikatnya),”ucapnya.

Saat ini kata Dadang, ada program Gerakan Tertib data Yuridis (Gratis) yang tujuannya untuk mendorong upaya kepemilikan sertifikat. Kakanwil BPN Sumatera Utara siap menggulirkan program ‘Gratis’ tersebut.

Sebab menurutnya, di 7 Kabupaten Kota sekitar Danau Toba, penertiban pra sertifikasi, program akan diberikan kepada bupati untuk dianggarkan kepada kecamatan dan desa. Tujuannya untuk menyisir bidang tanah yang belum tersentuh pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Sehingga pemerintah daerah dan BPN masuk melalui program ini, menertibkan atas hak tertib data yuridis.

“Program Gratis digulirkan di sumut. Gerakan tertib data yuridis. Program diberikan kepada bupati agar bisa dianggarakan dalam apbd dan diprogramkan pada kecamatan dan desa. Sehingga desa ada upaya setelah diberikan anggaran program ‘Gratis’. Mereka aktif mengidentifikasi terhadap bidang tanah, setidaknya alas hak tertib data yuridis, walaupun belum sertifikat. Sekalipun PTSL belum masuk kepada desa yang bersangkutan, setidaknya masyarakat sudah memiliki alas hak, kepemilikan boleh saja belum terbagi kami akan sertifikatkan hak bersama dulu asal ada dasar alas haknya yang diberikan kepala desa,” pungkasnya.

“Masyarakat diharapkan tumbuh kesadaran bersertifikat dan segera mengurus keterangan waris/akta waris. Setidaknya walaupun tanah belum terbagi, BPN akan menertibkan sertifikat untuk hak bersama,” demikian Dadang Suhendi.

======================