Ratusan mahasiswa saat berunjuk rasa di depan DPRD Sumut. (Ariandi)

Today.com, MEDAN – Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja di Kantor DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, Jumat (9/10). Mereka menilai undang-undang tersebut masih sangat liberal dan kapitalistik.

“Mereka selalu mengatakan jangan terprovokasi dengan hoaks tentang poin-poin di dalam Undang-Undang Ciptas Kerja. Kenyataannya tidak banyak yang berubah, undang-undang itu masih sangat kapitalistik,” kata Ketua DPP GMNI, Imanuel Cahyadi saat menyampaikan orasinya.

Menurutnya, kebijakan yang baru saja disahkan DPR RI sarat dengan liberalisasi dan hanya memihak kepada pengusaha. Sementara, keringat buruh dan pekerja diperas tanpa adanya jaminan yang jelas. “Kebijakan itu tak menjamin kesejahteraan masyarakat, khususnya buruh,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua GMKI Sumut Gito Pardede juga menyayangkan sikap DPR RI, yang mengesahkan undang-undang itu secara diam-diam tanpa menyerap aspirasi dari masyarakat.

“Mereka mengesahkan undang-undang secara diam-diam dan hasilnya menyengsarakan rakyat. Buruh harus dibayar dengan upah perjam,” teriaknya.

Selain berorasi, massa juga menunjukkan beberapa poster bertulis kritikan kepada DPR RI atas disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

“DPR kerjanya tidur, sekalinya bangun buat susah. Hubungan Hancur Karena LDR, Negaraku Hancur Karena DPR” begitu bunyi tulisan di poster pendemo.

Menanggapi massa aksi, Wakil DPRD Sumut Rahmansyah Sibarani berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa terkait penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi polemik kepada DPR RI .

“Saya selaku wakil ketua akan menyampaikan aspirasi adek-adek mahasiswa kepada pimpinan untuk diteruskan ke DPR RI,” ucapnya.

Rahmansyah mengungkapkan, tugas DPRD menampung dan menyerap aspirasi masyarakat. Masukan ini akan menjadi bahan pertimbangan di DPRD Sumut yang kemudian disampikan ke pusat.

“Oleh sebab itu, apa yang disampaikan akan kami terima dan dibahas bersama pimpinan sebagai masukan dari masyarakat,” ungkapnya.

Beberapa jam menyampaikan orasi, massa yang terdiri dari organisasi GMNI, GMKI, IMM dan PMII kemudian membubarkan diri sembari meminta kepada perwakilan dewan agar menyikapi tuntutan mereka. (mtd/cis)